Edisi perdana Piala Dunia Antarklub 2025 dengan format 32 tim telah menimbulkan pro kontra di dunia sepakbola. Kompetisi yang digelar 14 Juni-13 Juli ini berlangsung tepat setelah berakhirnya musim sepakbola Eropa, menyisakan waktu istirahat sangat minim bagi pemain. Raphinha, bintang Barcelona yang tidak berpartisipasi, menyoroti dampak negatif jadwal ini terhadap hak istirahat pemain. INDONESIA SCORE, akan membahas informasi menarik mengenai sepak bola hari ini, simak pembahasan ini.
Format baru ini memang dirancang untuk memperluas partisipasi klub global, namun konsekuensinya adalah pemain top Eropa seperti Marquinhos dan Beraldo dari PSG harus langsung berkompetisi usai menjuarai Liga Champions. Padahal, mereka seharusnya mendapat waktu pemulihan fisik dan mental setelah musim panjang yang melelahkan.
Bahkan bagi klub yang tidak lolos seperti Barcelona, Raphinha menyatakan keprihatinannya terhadap nasib rekan-rekan seprofesinya. “Ini tentang hak dasar pemain untuk mendapatkan istirahat yang cukup,” ujarnya.
AYO DUKUNG TIMNAS GARUDA, sekarang nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda tanpa ribet, Segera download!
![]()
Dampak terhadap Kesehatan dan Performa Pemain
Raphinha menekankan bahwa pemain profesional membutuhkan minimal satu bulan liburan untuk pemulihan fisik dan mental. Namun dengan jadwal Piala Dunia Antarklub yang padat, banyak pemain yang terpaksa mengorbankan waktu istirahat berharga mereka. Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko cedera dan menurunkan performa di musim berikutnya.
Kasus PSG menjadi contoh nyata – setelah menjuarai Liga Champions, pemain mereka harus langsung bergabung dengan tim nasional, kemudian lanjut ke Piala Dunia Antarklub, dan berpotensi langsung bermain di Piala Super Eropa jika lolos final. Rantai kompetisi tanpa jeda ini menurut Raphinha sangat membahayakan karier pemain jangka panjang.
“Tidak ada yang bertanya kepada pemain apakah mereka mau,” kritik Raphinha. Padahal, keputusan untuk berpartisipasi seharusnya melibatkan persetujuan pemain sebagai pihak yang paling merasakan dampaknya.
Kepentingan Komersial vs Hak Pemain
Raphinha menuding penyelenggara lebih mementingkan aspek komersial daripada kesejahteraan pemain. Turnamen baru ini memang menjanjikan pendapatan besar bagi FIFA dan klub peserta, namun mengabaikan hak dasar atlet sebagai manusia yang membutuhkan waktu pemulihan.
Bahkan bagi klub elit seperti PSG yang memiliki kedalaman skuad, mustahil untuk memainkan tim cadangan di turnamen bergengsi ini. Akibatnya, pemain inti yang sudah kelelahan pun tetap harus turun bertanding demi memenuhi kewajiban kontrak dan tuntutan prestasi.
Raphinha menegaskan, “Ini bukan tentang malas, tapi tentang hak dasar pekerja. Pemain sepakbola profesional pun berhak mendapatkan cuti layaknya profesi lainnya.”
Solusi untuk Masa Depan Kompetisi Sepakbola
Menyikapi masalah ini, Raphinha menyarankan perlunya dialog lebih terbuka antara penyelenggara kompetisi dengan perwakilan pemain. Kalender sepakbola global seharusnya dirancang dengan mempertimbangkan kesehatan dan kesejahteraan pemain sebagai prioritas utama.
Beberapa solusi potensial antara lain: mengatur jeda lebih panjang antar kompetisi, memberikan hak veto kepada pemain untuk turnamen tertentu, atau menggeser jadwal Piala Dunia Antarklub ke periode yang lebih longgar. FIFA sebagai badan pengatur seharusnya bisa menemukan formula win-win solution yang tidak mengorbankan kepentingan pemain.
Kritik Raphinha ini patut menjadi perhatian semua pihak terkait. Jika tidak ada perubahan, bukan tidak mungkin kita akan melihat lebih banyak kasus cedera dan penurunan performa pemain akibat kelelahan ekstrem di masa mendatang. Manfaatkan juga waktu luang anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi mengenai berita sepak bola terbaru lainnya hanya dengan klik indoskorupdate.com.